Penjualan kabel di Indonesia, saat ini didominasi
oleh permintaan kabel listrik berbahan aluminium, seperti yang sudah diketahui
kabel terbagi ke dalam dua tipe besar, yakni kabel telekomunikasi dan listrik.
Adapun kabel telekomunikasi terdiri dari jenis fiber optik dan telepon,
sedangkan kabel listrik terbuat dari tembaga dan alumunium. Dominasi kabel
alumunium ini dikarenakan, program pembangunan pembangkit listrik hingga 35.000
Megawatt. Dan hal ini membuat perbedaan pada pertumbuhan pasar kabel aluminium
yang pesat, sedangkan pasar kabel tembaga justru stagnan.Permintaan kabel
listrik berjenis tembaga berkurang karena kebutuhan dari sektor properti masih
landai untuk saat ini. Kondisi penjualan kabel ini sebenarnya memiliki sejumlah
alasan logis, yaitu seperti kabel listrik dari tembaga yang didominasi oleh
permintaan dari proyek di luar proyek Perusahaan Listrik Negara, yaitu PLN.
Selain sektor properti, pasar kabel tembaga digerakkan oleh permintaan dari
pembangunan sejumlah fasilitas, termasuk bandara. Pada kuartal I/2017,
utilisasi kabel listrik berbahan tembaga bahkan mencapai 60% dari kapasitas produksi
sebanyak 400.000 ton per tahun.
Produsen kabel yang menjual kabel, secara
bertahap mengurangi pasokan bahan baku impor seiring peningkatan kapasitas
industri pengolahan mineral domestik. Pabrikan kabel banyak memasok mayoritas
pasokan bahan baku dari dalam negeri. Pasokan alumunium bagi aktivitas produksi
industri Indonesia misalnya meningkat drastis. Perlu anda ketahui dengan jelas
bahwa, Asosiasi Pabrik Kabel Listrik
Indonesia (Apkabel) adalah asosiasi yang mewadahi perusahaan kabel di
Indonesia. Lokasi kantor asosiasi ini terletak di Ketapang Indah Blok B2 No.
32, Jalan Zainul Arifin, Jakarta Barat. Tugas dan fungsi apkabel diantaranya
adalah mengusulkan sesuatu yang produktif bagi penjualan kabel yang progresif. Asosiasi
Pabrik Kabel Indonesia menilai pemerintah harus cepat menyesuaikan kebijakan
lama dengan kondisi pasar bebas untuk melindungi industri dalam negeri, contoh
kebijakan yang belum disesuaikan dengan kondisi pasar saat ini seperti impor
bahan baku kabel diberi bea masuk sementara produk jadi dari Asean dan negara
free trade agreement bebas tarif. Kebijakan yang sering menghambat itu
yang sudah lama, namun belum ada penyesuaian. Impor produk jadi dari negara
free trade agreement bebas bea masuk, tetapi impor bahan baku industri dikenakan
bea masuk.
Lebih detail, impor bahan baku kabel polyethylene
bahan baku XLPE khusus medium voltage serta high density polyethylene (HDPE)
yang belum dapat diproduksi di dalam negeri hingga kini dikenakan bea masuk
12,5%. Padahal, produk jadinya dari negara Asean masuk ke Indonesia tanpa
dikenakan tarif. Jika ini terus berlangsung, maka industri dalam negeri semakin
kalah bersaing dengan produk impor di tengah program percepatan pembangunan
infrastruktur, khususnya ketenagalistrikan. Selain penyesuaian kebijakan lama
dengan pasar bebas, pemberlakuan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
(P3DN) dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang disosialisasikan oleh
pemerintah hingga kini belum berjalan efektif. Perspektif Apkabel pada industri
kabel adalah berharap penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian
Perindustrian dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait
dengan penerapan P3DN dapat berjalan tegas.
Dalam
perkembangannya penjualan kabel NYM, NYY, maupun NYA di Indonesia di dominasi oleh merk EXTRANA, SUPREME, KABELINDO, dan KABELMETAL,
yang merupakan merk kabel 4 besar, yang mempunyai banyak spesifikasi untuk
sambungan listrik untuk keperluan Rumah, Gedung, Warehouse,
Pabrik, PLN, Instansi Pemerintah, Instansi Swasta dan lainnya dengan harga
murah, kompetitif dan kualitas terbaik dilengkapi dengan surat surat
bersertifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar